Siapakah dia gerangan?
Karya:M. D. I. A. H
Based on “ayah sebuah novel”by andrea hirata
Memang, Sabari tidak mengenal apa
yang disebut dengan cinta. Berbeda
dengan kedua sahabatnya yang beberapa kali merasakan indahnya cinta itu. Baginya cinta itu adalah kata yang asing. cinta
itu adalah racun manis penuh tipu muslihat. cinta itu adalah burung merpati
dalam topi pesulap. cinta itu adalah tempat yang jauh, sangat jauh, dan urusan
konyol orang dewasa.
Waktu kelas dua SMP , Ukun berkata kepada Sabari bahwa dia suka sama Hanifah
sampai ia tidak bisa tidur dibuatnya, Ukun
pernah bilang bahwa dia suka sama Sita, Mawar, Anisa, Laila, Nurmala, Sasha, Zasa, Zaza, dan Shasya. Adapun Tamat tanpa malu malu bilang bahwa dia
suka sama Intan, Zarina, A yun, Minar, A
mun, dan Umi
“Tapi hanya suka pandang, ” kata Tamat.
“Maksudmu?” tanya Sabari.
“Kata ayahku, aku tak boleh punya
pacar sebelum tamat perguruan tinggi. Itilah sebabnya ia menamaiku Tamat. ” Padahal
ayahnya sendiri punya tiga istri. Lempar
batu sembunyi tangan.
Menurut Sabari semua itu menjijikkan. Setiap kali Ukun berkoar soal putri –putri
kecil yang disukainya itu, Sabari
mengomel – ngomel. Sangat mungkin karena
dia telah melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa buruknya cinta. Dia selalu bertanya mengapa tidak ada hukum
yang menjerat orang – orang yang suka main –main dengan cinta macam Ukun, Dan Tamat ? Baginya cinta adalah perbuatan
buruk yang dilindugi hukum.
Alkisah, tamatlah Sabari, Ukun, dan Tamat dari SMP. Impian mereka selanjutnya yaitu masuk SMA
negeri. Demikian banyak lulusan SMP dari
puluhan kecamatan, tetapi bangku SMA
terbatas. Maka diadakan ujian seleksi
selama tiga hari, bertempat di Markas
Pertemuan Buruh (MPB).
Hari terakhir adalah ujian Bahasa Indonesia. Sabari tersinyum simpul. Dijawabnya soal dengan tenang. Cincai. Boleh siswa lain jago Biologi, Matematika, Bahasa inggris, Geografi, tetapi Sabari adalah Isaac Newton-nya Bahasa
Indonesia.
Dalam waktu singkat, Sabari telah
menjawab semua soal, tetapi dia tidak ingin mengecewakan pihak – pihak yang
memberinya nama Sabari yaitu ayahnya yang diaminkan neneknya. Ditunggunya dengan sabar sampai waktu hampir
habis. Akhirnya, waktu hampir habis. Sabari bersiap – siap menyerahkan kertas
jawabannya kepada pengawas didepan sana, tetapi dia mendadak terperanjat karena
seorang anak perempuan menikung didepannya, merampas kertas jawabannya, duduk di sampingnya, dan dengan secepat kilat langsung menyalin
semua jawabannya.
Wajahnya tegang, nafasnya memburu, keringat bertimbulan di dahinya. Sabari terpaku. Posisi pengawas yang jauh didepan sana membuat
anak itu leluasa menjalankan akal bulusnya. Semuanya berlangsung sangat cepat. Saat anak itu selesai menyalin jawaban tiba –
tiba ada pengawas didepan mereka dan mengambil paksa kertas mereka karena waktu
ujian telah usai.
Anak perempuan itu membereskan tasnya. Tanpa berkata – kata, anak itu memberikan sebuah gadget kepada Sabari.
Mungkin semacam hdiah untuk kebaikan Sabari.
Sabari menerima gadget dengan tangannya yang dirasakannya bukan lagi
merupakan bagian dari tubuhnya. Dia
tertegun karena ia tidak pernah melihat mata yang lebih indah dari matanya. Begitu indah, bak purnama ke dua belas.
Anak itu bangkit, melangkah pergi, meninggalkan Sabari yang gemetar sehingga
bangku tempat duduknya bergeletuk karena ia sudah melihat mobil ayahnya. Saat anak itu memasuki mobil Sabari ia
menatapnya dengan kagum. dalam hatinya ia berkata “Mungkinkah ini yang
dirasakan Ukun, dan Tamat, mungkinkah
ini yang namanya cinta?” Sabari menggenggam gadget itu. Tak sedetikpun ia pernah melepaskannya. keesokannya
dia terbangun, gadget itu masih berada
dalam genggamannya.
Di Belantik, Sabari gelisah menunggu
hasil ujian itu, bukan dia ragu bisa
diterima di SMAN, melainkan lebih kepada
perempuan misterius itu yang ia jumpai saat ujian. Sekarang ia memaklumi perasaan Ukun, dan Tamat.
Setiap bertemu Ukun, dan Tamat , Sabari
merasa malu karena ia tidak tahu cara memulangkan kata – katanya sendiri soal
perempuan kepada kawan – kawannya itu. Sabari
sudah bagaikan orang yang menjilat air ludahnya sendiri. Setelah hari demi hari ia menunggu hasil ujian
tersebut dengan rasa penasaran akan siapakah perempuan nan cantik itu. Kini tibalah hari yang sudah Sabari nantikan ,
ia berangkat paling awal dan menunggu di pos satpam digerbang MPB . supaya ia dapat bertemu dengan perempuan itu. Karena ia tahu setiap orang yang ingin masuk
MPB pasti melewati pos satpam tersebut. Setelah detik demi detik, menit demi menit, dan siswa demi siswa yang melintas ia belum
juga melihat batang hidung perempuan yang ia cari. Sabari mulai gelisah sebab sudah lama sekali
ia menunggu kehadiran namun perempuan itu tak muncul juga. disaat Sabari mulai
gelisah akhirnya perempuan itu datang juga. Setelah ia mengetahui kedatangan perempuan itu
Sabari langsung berlari mendekatinya sambil teriak”wahai purnama kedua belas”.
Perempuan itu pun berhenti. Karena ia tidak lupa dengan suara seorang pria yang
memberinya contekan itu. Lalu, perempuan itu seketika berhenti begitu mendengar
suara Sabari, setelah mereka berpapasan muka mereka mulai berbincang – bincang
“apakah adinda perempuan yang saya temui pada saat ujian MPB”
“Kiranya benar”
“ijinkan saya memperkenalkan diri,nama saya Sabari,kalau boleh tahu
siapakah nama adinda sebenarnya?”
“Kiranya boleh, nama saya Marleni binti Markoni,........”
Pada saat Leni belum selesai berbicara,tiba – tiba Sabari melihat sebuah
mobil sedan ugal – agalan mengarah kearah mereka. Secara spontan Sabari pun
mendorong Leni agar perempuan itu tidak tertabrak dengan mempertaruhkan
nyawanya. Tetapi sayang, mobil sedan itu malah menabrak dirinya sendiri dan
menghilangkan salah satu kakinya ,sementara itu leni pun pingsan karena
dorongan Sabari cukup kencang, mereka pun dibawa kerumah sakit oleh warga yang
melihat kejadian itu. Namun pada saat perjalanan kerumah sakit, Sabari menghembuskan
nafas terakhirnya.