Translate

Wednesday 27 April 2016

cerpen



Siapakah dia gerangan?
Karya:M. D. I. A. H
Based on “ayah sebuah novel”by andrea hirata






Memang,  Sabari tidak mengenal apa yang disebut dengan cinta.  Berbeda dengan kedua sahabatnya yang beberapa kali merasakan indahnya cinta itu.  Baginya cinta itu adalah kata yang asing. cinta itu adalah racun manis penuh tipu muslihat. cinta itu adalah burung merpati dalam topi pesulap. cinta itu adalah tempat yang jauh, sangat jauh, dan urusan konyol orang dewasa.

Waktu kelas dua SMP , Ukun berkata kepada Sabari bahwa dia suka sama Hanifah sampai ia tidak bisa tidur dibuatnya,  Ukun pernah bilang bahwa dia suka sama Sita,  Mawar,  Anisa,  Laila,  Nurmala,  Sasha, Zasa, Zaza,  dan Shasya.  Adapun Tamat tanpa malu malu bilang bahwa dia suka sama Intan, Zarina,  A yun, Minar, A mun,  dan Umi
“Tapi hanya suka pandang, ” kata Tamat.
“Maksudmu?” tanya Sabari.
“Kata ayahku,  aku tak boleh punya pacar sebelum tamat perguruan tinggi.  Itilah sebabnya ia menamaiku Tamat. ” Padahal ayahnya sendiri punya tiga istri.  Lempar batu sembunyi tangan.
Menurut Sabari semua itu menjijikkan.  Setiap kali Ukun berkoar soal putri –putri kecil yang disukainya itu,  Sabari mengomel – ngomel.  Sangat mungkin karena dia telah melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa buruknya cinta.  Dia selalu bertanya mengapa tidak ada hukum yang menjerat orang – orang yang suka main –main dengan cinta macam Ukun,  Dan Tamat ? Baginya cinta adalah perbuatan buruk yang dilindugi hukum.
Alkisah, tamatlah Sabari,  Ukun,  dan Tamat dari SMP.  Impian mereka selanjutnya yaitu masuk SMA negeri.  Demikian banyak lulusan SMP dari puluhan kecamatan,  tetapi bangku SMA terbatas.  Maka diadakan ujian seleksi selama tiga hari,  bertempat di Markas Pertemuan Buruh (MPB).
Hari terakhir adalah ujian Bahasa Indonesia.  Sabari tersinyum simpul.  Dijawabnya soal dengan tenang.  Cincai.  Boleh siswa lain jago Biologi,  Matematika,  Bahasa inggris,  Geografi,  tetapi Sabari adalah Isaac Newton-nya Bahasa Indonesia.
 Dalam waktu singkat, Sabari telah menjawab semua soal, tetapi dia tidak ingin mengecewakan pihak – pihak yang memberinya nama Sabari yaitu ayahnya yang diaminkan neneknya.  Ditunggunya dengan sabar sampai waktu hampir habis.  Akhirnya,  waktu hampir habis.  Sabari bersiap – siap menyerahkan kertas jawabannya kepada pengawas didepan sana, tetapi dia mendadak terperanjat karena seorang anak perempuan menikung didepannya,  merampas kertas jawabannya,  duduk di sampingnya,  dan dengan secepat kilat langsung menyalin semua jawabannya.
 Wajahnya tegang,  nafasnya memburu,  keringat bertimbulan di dahinya.  Sabari terpaku.  Posisi pengawas yang jauh didepan sana membuat anak itu leluasa menjalankan akal bulusnya.  Semuanya berlangsung sangat cepat.  Saat anak itu selesai menyalin jawaban tiba – tiba ada pengawas didepan mereka dan mengambil paksa kertas mereka karena waktu ujian telah usai.
Anak perempuan itu membereskan tasnya.  Tanpa berkata – kata,  anak itu memberikan sebuah gadget kepada Sabari.  Mungkin semacam hdiah untuk kebaikan Sabari.
Sabari menerima gadget dengan tangannya yang dirasakannya bukan lagi merupakan bagian dari tubuhnya.  Dia tertegun karena ia tidak pernah melihat mata yang lebih indah dari matanya.  Begitu indah,  bak purnama ke dua belas.

Anak itu bangkit,  melangkah pergi,  meninggalkan Sabari yang gemetar sehingga bangku tempat duduknya bergeletuk karena ia sudah melihat mobil ayahnya.  Saat anak itu memasuki mobil Sabari ia menatapnya dengan kagum. dalam hatinya ia berkata “Mungkinkah ini yang dirasakan Ukun,  dan Tamat, mungkinkah ini yang namanya cinta?” Sabari menggenggam gadget itu.  Tak sedetikpun ia pernah melepaskannya. keesokannya dia terbangun,  gadget itu masih berada dalam genggamannya.
Di Belantik,  Sabari gelisah menunggu hasil ujian itu,  bukan dia ragu bisa diterima di SMAN,  melainkan lebih kepada perempuan misterius itu yang ia jumpai saat ujian.  Sekarang ia memaklumi perasaan Ukun,  dan Tamat.
Setiap bertemu Ukun,  dan Tamat , Sabari merasa malu karena ia tidak tahu cara memulangkan kata – katanya sendiri soal perempuan kepada kawan – kawannya itu.  Sabari sudah bagaikan orang yang menjilat air ludahnya sendiri.  Setelah hari demi hari ia menunggu hasil ujian tersebut dengan rasa penasaran akan siapakah perempuan nan cantik itu.  Kini tibalah hari yang sudah Sabari nantikan , ia berangkat paling awal dan menunggu di pos satpam digerbang MPB .  supaya ia dapat bertemu dengan perempuan itu.  Karena ia tahu setiap orang yang ingin masuk MPB pasti melewati pos satpam tersebut.  Setelah detik demi detik,  menit demi menit,  dan siswa demi siswa yang melintas ia belum juga melihat batang hidung perempuan yang ia cari.  Sabari mulai gelisah sebab sudah lama sekali ia menunggu kehadiran namun perempuan itu tak muncul juga. disaat Sabari mulai gelisah akhirnya perempuan itu datang juga.  Setelah ia mengetahui kedatangan perempuan itu Sabari langsung berlari mendekatinya sambil teriak”wahai purnama kedua belas”. Perempuan itu pun berhenti. Karena ia tidak lupa dengan suara seorang pria yang memberinya contekan itu. Lalu, perempuan itu seketika berhenti begitu mendengar suara Sabari, setelah mereka berpapasan muka mereka mulai berbincang – bincang

“apakah adinda perempuan yang saya temui pada saat ujian MPB”
“Kiranya benar”
“ijinkan saya memperkenalkan diri,nama saya Sabari,kalau boleh tahu siapakah nama adinda sebenarnya?”
“Kiranya boleh, nama saya Marleni binti Markoni,........”
Pada saat Leni belum selesai berbicara,tiba – tiba Sabari melihat sebuah mobil sedan ugal – agalan mengarah kearah mereka. Secara spontan Sabari pun mendorong Leni agar perempuan itu tidak tertabrak dengan mempertaruhkan nyawanya. Tetapi sayang, mobil sedan itu malah menabrak dirinya sendiri dan menghilangkan salah satu kakinya ,sementara itu leni pun pingsan karena dorongan Sabari cukup kencang, mereka pun dibawa kerumah sakit oleh warga yang melihat kejadian itu. Namun pada saat perjalanan kerumah sakit, Sabari menghembuskan nafas terakhirnya.
    

No comments:

Post a Comment